Beranda | Artikel
Nasihat-Nasihat Aqidah
Minggu, 14 Februari 2016

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, setiap insan tentu mengharapkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dan tidak ada kebahagiaan kecuali dengan bekal iman dan amal salih.

Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)

Iman tidaklah cukup dengan pengakuan atau membaguskan penampilan. Seorang ulama terdahulu bernama Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau menghias-hias penampilan. Akan tetapi iman ialah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.”

Iman mencakup keyakinan di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan. Iman akan bertambah dengan ketaatan serta menjadi berkurang karena kemaksiatan.

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka takutlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah imannya, dan mereka hanya bertawakal kepada Rabbnya.” (al-Anfaal : 2-3)

Iman itu bercabang-cabang dan bertingkat-tingkat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu terdiri dari tujuh puluh lebih cabang. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kalimat laa ilaha illallah mengandung penetapan bahwa ibadah adalah hak Allah semata dan penolakan beribadah kepada selain-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)

Ibadah adalah hak Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu keimanan yang benar adalah yang bersih dari syirik. Keimanan semacam inilah yang akan membuahkan keamanan dan hidayah dari Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman/syirik, maka mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (al-An’aam : 82)

Syirik merupakan dosa yang sangat besar dan menyebabkan terhapusnya amal-amal. Allah berfirman (yang artinya), “Sungguh jika kamu berbuat syirik niscaya lenyaplah seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Maka marilah kita menjaga diri kita dan keluarga kita dari perbuatan syirik kepada Allah. Karena sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Allah menceritakan nasihat Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/nasihat-nasihat-aqidah/